Nasib Partai Aceh Dengan Problematika Perpecahannya

by - April 10, 2025

Sumber Foto: www.ajnn.net

Partai Aceh adalah partai politik lokal di Provinsi Aceh, yang didirikan sebagai hasil transformasi dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM) setelah penandatanganan Nota Kesepahaman Helsinki pada 15 Agustus 2005. Partai ini resmi berdiri pada 7 Juni 2007 dan menjadi salah satu partai dominan di Aceh sejak keikutsertaannya dalam Pemilu 2009. 


Meskipun terjadi penurunan jumlah pendukung dari sejak ia berdiri hingga saat ini, dimana jumlah kursi legislatif pada tingkat Provinsi terus mengalami penurunan, pada tahun 2009 partai ini memperoleh kursi sebanyak 33 kursi dari total 69 kursi atau (47,80%), kemudian pada Pemilu 2014 partai ini mengalami penurunan menjadi 29 kursi atau (35,80%), pada Pemilu 2019 kembali mengalami penurunan yang sangat signifikan menjadi 18  kursi atau (22,20%) dan kemudian pada tahun 2024 naik sedikit menjadi 20 kursi atau (24,70%) dari total 81 kursi. Meskipun Partai Aceh merupakan partai pemenang pemilu di Aceh, namun jumlah kursi yang mereka dapat tidak lagi menjadi dominan sejak periode pertamanya.

Sumber Foto: modusaceh.co

Sejak berdiri, Partai Aceh memang telah memainkan peran signifikan dalam lanskap politik Aceh. Namun, dalam beberapa periode terakhir, partai ini menghadapi berbagai tantangan yang mempengaruhi posisinya di kancah politik local, dimana suaranya terus mengalami penurunan yang signifikan, baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Hal ini memberikan dampak yang kurang baik bagi kelangsungan partai ini, belum lagi intesitas konflik internal yang cukup tinggi ditubuh partai ini, perebutan kekuasaan dan kesejahteraan anggotanya menjadi problem paling dominan di partai ini.

Keberlanjutan Partai Aceh akan sangat ditentukan dari kemampuannya dalam mengelola dan membaca kebutuhan perkembangan zaman, kemudian menyusun strategi dan langkah-langkah politik progresif untuk menggaet Kembali pemilih-pemilih baik yang telah meninggalkan Partai Aceh, maupun pemilih-pemilih baru, seperti generasi muda, komunitas Perempuan, dan komunitas-komunitas lainnya. 

Proses dan cara pendekatan terhadap pemilih-pemilih ini sangat krusial, mengingat problematika yang ada selama ini terhadap dinamika politik yang ada ditubuh Partai Aceh. Namun jika hal ini tidak mampu dilakukan oleh Partai Aceh, maka nasibnya akan dikhawatirkan kedepannya, mengingat partai-partai nasional yang ada di Aceh saat ini mulai kembali memiliki harapan atau eskalasi yang diakibatkan dari menurunnya tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap Partai local.

Sumber Foto: modusaceh.co

Dominasi sumber daya dan jaringan yang dimiliki partai nasional merupakan nilai tambah yang membuat partai-partai nasional akan kembali eksis seiring dengan menurunnya tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap partai local, yang artinya “menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai local, maka meningkatnya jumlah pemilih terhadap partai nasional”.

Kemudian, problem lainnya terkait partai local adalah perpecahan, meskipun usia partai local masih cukup belia, namun perpecahan politik local, yang berakar dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM), telah menjadi fenomena signifikan pasca-perdamaian. Setelah penandatanganan Nota Kesepahaman Helsinki pada 2005, mantan anggota GAM mendirikan Partai Aceh (PA) sebagai kendaraan politik utama. Namun, dinamika internal menyebabkan munculnya faksi-faksi baru, seperti pembentukan Partai Nasional Aceh (PNA) oleh Irwandi Yusuf pada 2012, yang merupakan pecahan dari PA.


Perpecahan ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan pandangan mengenai arah politik, distribusi kekuasaan, dan manajemen sumber daya. Sebuah Penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti hilangnya kepercayaan publik, pesimisme di antara aktor politik, kelemahan integritas partai, manajemen organisasi yang tidak profesional, dan konflik internal berkontribusi pada penurunan eksistensi partai politik lokal di Aceh.

You May Also Like

0 comments