Sederet Kebijakan Kontroversial Donald Trump

by - April 04, 2025

Sumber Foto: www.bu.edu

Donald Trump, sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45, terlibat dalam sejumlah kontroversi selama masa jabatannya dan bahkan sebelum itu. Seperti; “Pernyataan dan Sikap Rasial”, Donald Trump menghadapi kritik keras terkait pernyataannya tentang kelompok minoritas, seperti komentarnya mengenai imigran dari negara-negara "berlubang" atau "shithole countries" (terutama negara-negara Afrika). Pernyataan semacam ini dianggap oleh banyak pihak sebagai rasis dan xenofobia. Tindakannya terkait dengan protes rasial di Charlottesville pada tahun 2017, di mana Trump menyatakan bahwa ada "orang baik di kedua sisi", yang dianggap membela kelompok supremasi kulit putih.

Kemudian terkait Investigasi Rusia (Russian Interference); Donald Trump dilibatkan dalam penyelidikan terhadap dugaan kolusi antara kampanye presiden Trump dengan Rusia selama pemilu 2016. Meskipun penyelidikan yang dipimpin oleh Robert Mueller tidak menemukan bukti yang cukup untuk mendakwa Trump atas kolusi, laporan tersebut menyimpulkan bahwa Trump berusaha menghalangi penyelidikan.

Pemakzulan Pertama (Impeachment I); Pada 2019, Donald Trump menjadi Presiden AS pertama yang dimakzulkan dua kali. Pemakzulan pertama terkait dengan tindakan Trump yang menekan Ukraina untuk menyelidiki saingan politiknya, Joe Biden, sebelum pemilu 2020. Trump dianggap melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan menghalangi penyelidikan. Pemakzulan Kedua (Impeachment II), Pada Januari 2021, setelah serangan mematikan ke Gedung Capitol oleh pendukung Trump, ia dimakzulkan untuk kedua kalinya, dengan tuduhan menghasut pemberontakan. Meskipun ia dibebaskan oleh Senat, peristiwa ini menambah kontroversi terkait kepemimpinan dan pengaruh Trump.

Penanganan Pandemi COVID-19; Penanganan Trump terhadap pandemi COVID-19 juga menjadi kontroversi. Kritik datang terkait dengan penanganan yang lamban dan seringnya Trump meremehkan ancaman virus. Pada awal pandemi, Trump juga memberi pernyataan yang tidak akurat, termasuk tentang penggunaan obat-obatan yang belum terbukti efektif.

Kebijakan Imigrasi; Salah satu kebijakan kontroversial Trump adalah larangan masuk (travel ban) dari beberapa negara mayoritas Muslim dan pemisahan keluarga di perbatasan AS-Meksiko. Kebijakan pemisahan keluarga ini memicu kecaman luas dari berbagai organisasi hak asasi manusia.

Serangan terhadap Media dan Kebenaran; Donald Trump sering kali menyerang media, menyebut mereka sebagai "musuh rakyat" dan menuding berita yang merugikan dirinya sebagai "berita palsu" (fake news). Pendekatan ini menambah ketegangan dalam hubungan antara pemerintah dan media di Amerika Serikat.

Penggunaan Media Sosial; Donald Trump dikenal dengan penggunaan media sosial, terutama Twitter, untuk mengungkapkan pendapatnya, menyerang lawan politik, dan bahkan membuat pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ini menyebabkan perdebatan tentang kebebasan berbicara dan pengaruh media sosial dalam politik.

Pernyataan tentang Kekerasan dan Terorisme dalam Negeri; Pernyataan Donald Trump yang dianggap menghasut atau mendukung kelompok ekstremis sering menjadi sorotan. Misalnya, ketika ia memberi komentar bahwa kelompok supremasi kulit putih tidak sepenuhnya bersalah dalam kekerasan yang terjadi di Charlottesville.

Pengelolaan Keuangan dan Pajak; Pada 2020, The New York Times melaporkan bahwa Donald Trump membayar pajak penghasilan yang sangat rendah selama bertahun-tahun dan hanya membayar $750 pada tahun pertama kepresidenannya. Hal ini memicu pertanyaan tentang kekayaannya dan penghindaran pajak yang mungkin terjadi.

Kemudian Donald Trump dilantik Kembali sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47 pada 20 Januari 2025. Ini merupakan periode kedua pemerintahan Trump setelah sebelumnya menjabat pada periode 2017-2021. Pasca pelantikan, Trump kembali membuat kebijakan kontroversialnya, diantaranya:

Trump menandatangani aturan hukuman mati; yang bisa menjaring pelaku kriminal hingga imigran ilegal. Perintah Trump berarti memaksa Kementerian Kehakiman mengupayakan hukuman mati kasus federal yang sesuai dan membantu melestarikan hukuman mati di AS. Melalui perintah itu pula, Jaksa Agung bisa menggunakan yurisdiksi federal dan menerapkan hukuman mati "tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lain".

Cuma Akui Dua Gender; dalam perintah eksekutif itu, Trump juga menyampaikan bahwa ia hanya mengakui dua jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Trump juga menghapus perlindungan bagi transgender di penjara federal, dan menghentikan Program Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi (Diversity, equity, and inclusion/DEI).

Sumber Foto: www.grapheine.com

Anak Imigran Tak Dapat Kewarganegaraan AS; Perintah eksekutif Trump juga mengakhiri kewarganegaraan berdasarkan kelahiran bagi imigran gelap. Menurut laporan Politico, perintah Trump mengarahkan badan-badan federal menolak untuk mengakui kewarganegaraan AS bagi anak-anak yang lahir di AS dari ibu yang berada di negara itu secara ilegal atau secara legal dengan visa, jika ayahnya bukan warga negara AS atau penduduk tetap yang sah.

Padahal Mahkamah Agung AS sudah sejak lama memutuskan bahwa anak-anak yang lahir di AS dari orang tua asing adalah warga negara AS berdasarkan Amandemen ke-14.

Tolak Pengungsi; Trump juga berencana menghentikan program penerimaan pengungsi hingga "masuknya pengungsi ke AS sesuai dengan kepentingan." Dia juga menyatakan penyeberangan di sepanjang perbatasan AS-Meksiko sebagai keadaan darurat nasional, hingga mempertimbangkan kartel sebagai organisasi teroris asing.

Dan banyak kebijakan-kebijakan kontroversial yang dilakukan Trump pasca kembali berkuasa, termasuk soal tarif pajak dagang yang ditetapkan untuk berbagai negara, termasuk Indonesia.

You May Also Like

0 comments