Tak bisa membantu, setidaknya jangan merepotkan,
mungkin itu adalah sebuah prinsip yang bermakna biasa untuk di ungkapkan kepada
siapa saja. Tapi tidak untuk ku. Banyak orang yang sebenarnya terperangah jika
mendengar cerita tentangku, bagaimana hidup dan kenapa tidak tinggal dirumah
bersama keluarga. Sejak menamatkan sekolah SMK aku memang sudah terbiasa hidup
diluar gubuk keluarga, kemudian banyak orang yang bertanya tanya, "kenapa
tidak tinggal bersama keluarga" mungkin ada dua hal yang mendasari aku untuk
tidak tinggal bersama mereka, pertama kebebasan dan kedua adalah Tak bisa
membantu, setidaknya jangan merepotkan.
Lhokseumawe adalah kota hasil pemekaran yang sebelumnya menyatu
dalam kabupaten Aceh Utara, pada era 90an kota ini dikenal dengan julukan
petro dolar, julukan petro dolar yang disematkan pada kota tersebut tidaklah
berlebihan mengingat adanya perusahaan raksasa yang menguras sumber daya alam
berupa gas dikota tersebut, yaitu PT. Arun NGL. Perusahaan tersebut bertaraf
internasional memang telah menjadi ladang dolar untuk pemasukan kebutuhan
Indonesia, tapi apa yang kemudian didapatkan oleh penduduk sekitar yang bermukim
disekitar PT. Arun atau yang berkedudukan di kota Lhokseumawe tersebut.
Jariku
tak lagi mampu menari dengan tajam sesuai irama yang terpikirkan oleh otakku,
tidak, tidak bukan karena keram ataupun kedinginan, tapi karena aku baru saja
sadar bahwa gunung yang kubanggakan tidak lagi seperti dulu, ya gunung yang
bahkan menjadi nama peusawat pertama yang dimiliki oleh Indonesia “Seulawah” ya
seulawah. Aku mulai merasakan kehampaan disini, ingin rasanya aku kembali
bernostalgia seperti tahun tahun 2000 silam tentang sejuknya gunung seulawah
meski matahari sedang menyinari dengan teriknya.
Bagaimana
Aceh makmur secara ekonomi jika kebutuhan telur ayam saja masih dikirim dari
Medan, begitulah kira kira kata T. Irwan Djohan dalam diskusi singkat sore hari.
Percaya atau tidak memang begitulah fakta, bahwa telur yang telah menjadi
konsumsi dasar masyarakat Aceh tersebut masih harus bergantung dari Medan, Aceh
sampai saat ini memang belum mampu menyediakan kebutuhan dasar seperti itu, 80% kebutuhan telur di Aceh berasal dari Medan. Harganya pun
terus menerus merangkak naik, padahal telur telah menjadi kebutuhan utama
masyarakat Aceh, bisa dikatakan hampir semua rumah tangga di Aceh didapurnya
menyediakan stok telur.
Panas
mulai terasa, percikan api mulai muncul, korek api segera dihidupkan dan
pengambil keuntungan akan segera bermunculan untuk menyiram bensin atas
dinamika yang sedang berkembang di Aceh, begitulah realitas yang akan terjadi
dalam kondisi politik kekinian di Aceh, dalam beberapa minggu ini kita sering
melihat dan membaca media media yang membahas kemunculan dan gerakan Badan
Penyelamat Pemerintah Aceh atau yang disingkat (BP2A).
Negeri ku, politik menjadi dasar yang harus diketahui oleh
masyarakat, jika tidak ingin secara terus menerus dikelabui atau ditipu oleh
politikus, menjelang pemilu, banyak orang, pejabat, tokoh dan politikus yang
berkunjung untuk sekedar berdiskusi dan menyebar janji sambil sesekali
menyusupi kata kata mohon dukungan dan mengharapkan adanya belas kasihan
masyarakat untuk mendukungnya secara iklas, kami sering melihat mereka terkenal
akrab dengan orang kampung pasca mendekati pemilih.
Aku
tinggal di sebuah negeri omong kosong. Negeri dimana mereka lebih suka
meributkan sesuatu yang baru akan mereka rencanakan untuk dilakukan. Ketika
negeri ini masih sibuk berdebat tentang mau makan apa mereka, maka anak-anak
mereka sudah mati kelaparan. Mereka sibuk memperdebatkan sistem yang terus menerus
mereka ubah tanpa pernah sempat mereka lakukan.
Mereka
lebih suka membanding-bandingkan Pancasila dengan ideologi-ideologi lain
semisal sosialis, kapitalis, dan menyebutnya sebagai ideologi banci. Akan
tetapi jangankan melaksanakannya, mereka bahkan tidak paham apa yang mereka
bicarakan. Mereka adalah orang-orang yang hanya bisa mencemooh apa milik mereka
sendiri. Mereka itulah banci sebenarnya.
Mereka
yang sibuk menyalahkan UAN karena kualitas pendidikan bangsa mereka tidak
meningkat secara signifikan. Ayolah, mana ada siswa yang belajar kalau tidak
ada UAN. Janganlah kalian menjadi sok humanis kalau kenyataannya apa yang
kalian hadapi belum bisa dikatakan sebagai human (manusia). Kalian lihat
bagaimana mereka mencontek saat ujian yang bahkan nilainya tidak dihitung oleh
guru mereka. Pendidikan kita hancur bukan karena sistem yang ada.
Tetapi
karena kita tidak bisa melaksanakan sistem yang ada. Bahkan sistem yang relatif
sederhana pun tidak bisa kita lakukan tetapi kita berharap terhadap sistem yang
rumit? Ah, omong kosong.
Mereka
yang sibuk mencibir lalu lintas yang semrawut disaat mereka sendiri sering
menerobos lampu merah. Mereka yang sibuk mencibir sistem yang ada tanpa pernah
mereka mencoba untuk melaksanakannya. Mereka hanya berharap bahwa segala
sesuatunya langsung jadi, tanpa harus mereka bersusah payah. Cukuplah pemerintah
yang mengubahnya dalam waktu satu dua hari.
Mereka
juga yang sering menghina kinerja pegawai negeri sipil di instansi pemerintah
karena kurang sigap dalam bekerja. Sementara mereka sendiri, mengerjakan tugas
yang diberikan dosen atau guru menjelang hari pengumpulan dengan seadanya.
Memang sama saja.
Ah,
negeri ini memang negeri kata-kata. Berharap segala sesuatunya bisa
diselesaikan dengan kata-kata. Di saat kita sibuk mennyalahkan sistem, namun
sebenarnya diri kitalah yang salah karena gagal menjalankannnya. Bukan sistem
yang gagal meraih tujuan, tetapi kita yang gagal menjalankan sistem. Sebaik
apapun strategi jika tidak kita lakukan tetap saja tidak berarti apa-apa. Tetapi
menyalahkan sistem jauh lebih enak dihati daripada menyalahkan diri sendiri
bukan?
Memang
omong kosong. Kita ini omong kosong. Sudahlah lakukan saja dulu dan lihat
hasilnya. Jika menanak nasi saja kita tidak bisa dan tidak mencoba untuk
melakukannya, bagaimana kita bisa berharap makan nasi goreng?
Dosen
saya pernah berkata, bahwa yang dibutuhkan dalam pembangunan Indonesia
sebenarnya hanyalah stabilitas. Lihat saja betapa di negara kita ini suatu
sistem dapat diganti dengan mudahnya tanpa pertimbangan yang benar-benar
matang. Selain itu pesatnya pembangunan masa orde baru dan pemerintahan SBY
kini tidak lepas dari adanya stabilitas itu sendiri.
Misalnya
saja dalam dunia pendidikan sudah berapa kali kita mengalami ganti sistem dalam
beberapa tahun terakhir ini. Namun pada prakteknya pergantian kurikulum
hanyalah sampai pada pergantian nama dan belum sempat menyentuh esensi dasarnya
akan tetapi kita telah terburu-buru menggatakan bahwa system tersebut gagal dan
langsung diganti.
Lihat
saja sejarah KBK yang begitu mulia namun hanya bertahan selama beberapa saat
tanpa sempat mengubah esensi dasar yaitu praktek pendidikan di lapangan.
Dalam
ilmu manajemen kita memahami bahwa kegagalan suatu strategi dapat disebabkan
oleh dua hal yaitu yang pertama adalah strategi iitu sendiri dan yang kedua
adalah pelaksanaannya di lapangan.
Apa yang
terjadi di negeri ini sebenarnya adalah kegagalan dalam menerapkan sistem yang
telah kita susun. Namun apa yang kita lakukan selama ini selalu saja
memperdebatkan hal-hal yang sifatnnya perencanaan tanpa pernah kita menerapkannya.
Yang terjadi hanyalah ini semua menjadi sebuah omong kosong belaka tanpa
penerapan.
Mungkin
ada kalanya kita sesekali mencoba menerapkan sesuatu tanpa banyak omong
semaksimal mungkin. Jika kita telah berhasil melakukannya, barulah kita
evaluasi kesalahan yang ada. Jangan hanya ribut pada isu namun kosong dalam
praktek.
)* Dikutip
dalam buku Catatan Bangsa Yang Aneh karya Khusni Muttaqim