Dwi Fungsi ABRI, Akankah Order Baru Kembali?
![]() |
Sumber Foto: metrotvnews.com |
ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) memiliki dua fungsi utama di Indonesia, yaitu: Pertama Fungsi Militer: ABRI berperan sebagai alat pertahanan negara untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Fungsi ini mencakup perlindungan terhadap ancaman dari luar negeri, seperti perang atau agresi militer, serta menjaga stabilitas negara dari ancaman internal seperti pemberontakan atau kerusuhan.
Kedua Fungsi Sosial-politik:
Selain fungsi militer, ABRI juga memiliki peran dalam kehidupan sosial dan
politik Indonesia. Pada masa Orde Baru, ABRI berperan dalam mempertahankan
stabilitas politik dan mendukung pemerintahan, termasuk dengan terlibat dalam
berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan. Fungsi ini dikenal dengan istilah
"dwifungsi ABRI," yang menekankan bahwa ABRI tidak hanya bertanggung
jawab atas pertahanan tetapi juga dalam pembangunan sosial-politik negara.
Setelah reformasi 1998,
konsep dwifungsi ABRI mulai dikurangi, dengan tujuan agar ABRI lebih fokus pada
peranannya sebagai institusi militer profesional yang berfokus pada pertahanan
negara. Namun belakangan ini, pemerintah kembali merubah UU TNI, secara resmi
mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Pengesahan ini dilakukan melalui rapat paripurna yang dipimpin
oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, dengan dihadiri oleh sejumlah menteri,
termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.
Pengesahan undang undang ini
memunculkan berbagai macam reaksi publik, termasuk kekhawatiran publik, bahwa
pemerintah mencoba kembali kepada masa order baru, yaitu kembalinya dwi fungsi
ABRI, salah satunya yaitu menambah tugas pokok TNI dan melegalkan penempatan
Prajurit TNI di Kementerian dan Lembaga, yang berarti TNI selain berfungsi
sebagai militer, saat ini berfungsi juga sebagai sosial politik, dengan
dilegalkannya TNI berada di lembaga eksekutif, baik kementerian maupun lembaga.
Kekhawatiran publik tentang
kembalinya dwifungsi ABRI bukan tanpa alasan, mengingat sejarah Indonesia
dimasa orde baru. Beberapa kekhawatiran yang muncul terkait kembalinya
dwifungsi ABRI, antara lain:
Pertama; Keterlibatan
Militer dalam Politik: Salah satu kekhawatiran utama adalah TNI akan kembali
terlibat dalam politik praktis, yang dapat mengancam demokrasi Indonesia. Pada
masa Orde Baru, ABRI memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan dan kehidupan
politik, dengan beberapa pejabat militer menduduki posisi-posisi penting dalam
pemerintahan dan parlemen.
Kedua; Mengganggu Prinsip
Sipil-Militer yang Sehat: Dwifungsi ABRI dianggap dapat melemahkan hubungan
yang seharusnya terpisah dan sehat antara aparat sipil dan militer. Dalam
sistem demokrasi yang lebih matang, peran militer seharusnya terbatas pada
fungsi pertahanan negara dan bukan mencampuri urusan politik dan kebijakan
sipil.
Ketiga; Peningkatan
Militerisasi dalam Kehidupan Sipil: Kekhawatiran ini muncul karena dengan
meleburkan fungsi militer dalam berbagai sektor pemerintahan, termasuk lembaga
non-militer seperti badan penanggulangan bencana atau keamanan siber, dapat
menyebabkan militerisasi dalam berbagai aspek kehidupan sipil. Hal ini bisa
berdampak pada kebebasan sipil dan pengaruh yang lebih besar bagi militer dalam
sektor-sektor yang seharusnya dikelola oleh pihak sipil.
Keempat; Penyalahgunaan
Kekuasaaan: Jika TNI terlibat dalam urusan politik atau sektor-sektor
non-militer, ada risiko penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini bisa mengarah pada
kontrol militer yang lebih besar atas kehidupan politik dan sosial negara, dan
mengurangi peran serta kekuatan lembaga-lembaga sipil yang seharusnya
independen.
Namun, beberapa pihak
berpendapat bahwa meskipun revisi UU TNI menambah peran TNI dalam beberapa
bidang (misalnya, dalam mengatasi ancaman siber atau membantu melindungi
kepentingan nasional di luar negeri), hal ini tidak serta-merta berarti
kembalinya dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. Pemerintah dan pihak
militer juga menekankan bahwa TNI tetap akan berada di bawah kontrol
Kementerian Pertahanan dan tidak akan terlibat langsung dalam pemerintahan atau
politik praktis.
0 comments