Dwi Fungsi ABRI, Akankah Order Baru Kembali?

by - Maret 25, 2025

Sumber Foto: metrotvnews.com

ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) memiliki dua fungsi utama di Indonesia, yaitu: Pertama Fungsi Militer: ABRI berperan sebagai alat pertahanan negara untuk menjaga kedaulatan dan keamanan nasional. Fungsi ini mencakup perlindungan terhadap ancaman dari luar negeri, seperti perang atau agresi militer, serta menjaga stabilitas negara dari ancaman internal seperti pemberontakan atau kerusuhan.


Kedua Fungsi Sosial-politik: Selain fungsi militer, ABRI juga memiliki peran dalam kehidupan sosial dan politik Indonesia. Pada masa Orde Baru, ABRI berperan dalam mempertahankan stabilitas politik dan mendukung pemerintahan, termasuk dengan terlibat dalam berbagai aspek pemerintahan dan pembangunan. Fungsi ini dikenal dengan istilah "dwifungsi ABRI," yang menekankan bahwa ABRI tidak hanya bertanggung jawab atas pertahanan tetapi juga dalam pembangunan sosial-politik negara.


Setelah reformasi 1998, konsep dwifungsi ABRI mulai dikurangi, dengan tujuan agar ABRI lebih fokus pada peranannya sebagai institusi militer profesional yang berfokus pada pertahanan negara. Namun belakangan ini, pemerintah kembali merubah UU TNI, secara resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Pengesahan ini dilakukan melalui rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, dengan dihadiri oleh sejumlah menteri, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.

Sumber Foto: emedia.dpr.go.id (Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, saat menyerahkan laporan usai disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi Undang-Undang TNI yang baru)

Pengesahan undang undang ini memunculkan berbagai macam reaksi publik, termasuk kekhawatiran publik, bahwa pemerintah mencoba kembali kepada masa order baru, yaitu kembalinya dwi fungsi ABRI, salah satunya yaitu menambah tugas pokok TNI dan melegalkan penempatan Prajurit TNI di Kementerian dan Lembaga, yang berarti TNI selain berfungsi sebagai militer, saat ini berfungsi juga sebagai sosial politik, dengan dilegalkannya TNI berada di lembaga eksekutif, baik kementerian maupun lembaga.


Kekhawatiran publik tentang kembalinya dwifungsi ABRI bukan tanpa alasan, mengingat sejarah Indonesia dimasa orde baru. Beberapa kekhawatiran yang muncul terkait kembalinya dwifungsi ABRI, antara lain:


Pertama; Keterlibatan Militer dalam Politik: Salah satu kekhawatiran utama adalah TNI akan kembali terlibat dalam politik praktis, yang dapat mengancam demokrasi Indonesia. Pada masa Orde Baru, ABRI memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan dan kehidupan politik, dengan beberapa pejabat militer menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahan dan parlemen.


Kedua; Mengganggu Prinsip Sipil-Militer yang Sehat: Dwifungsi ABRI dianggap dapat melemahkan hubungan yang seharusnya terpisah dan sehat antara aparat sipil dan militer. Dalam sistem demokrasi yang lebih matang, peran militer seharusnya terbatas pada fungsi pertahanan negara dan bukan mencampuri urusan politik dan kebijakan sipil.


Ketiga; Peningkatan Militerisasi dalam Kehidupan Sipil: Kekhawatiran ini muncul karena dengan meleburkan fungsi militer dalam berbagai sektor pemerintahan, termasuk lembaga non-militer seperti badan penanggulangan bencana atau keamanan siber, dapat menyebabkan militerisasi dalam berbagai aspek kehidupan sipil. Hal ini bisa berdampak pada kebebasan sipil dan pengaruh yang lebih besar bagi militer dalam sektor-sektor yang seharusnya dikelola oleh pihak sipil.


Keempat; Penyalahgunaan Kekuasaaan: Jika TNI terlibat dalam urusan politik atau sektor-sektor non-militer, ada risiko penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini bisa mengarah pada kontrol militer yang lebih besar atas kehidupan politik dan sosial negara, dan mengurangi peran serta kekuatan lembaga-lembaga sipil yang seharusnya independen.

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) menggelar aksi Kamisan ke-576 di depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 28 Februari 2019. Dalam aksinya para aktivis menolak agenda restrukturisasi dan reorganisasi TNI dengan rencana penempatan anggota militer aktif dijabatan Sipil yang sejatinya bertentangan dengan reformasi TNI. TEMPO/Subekti. Sumber Foto: tempo.co


Namun, beberapa pihak berpendapat bahwa meskipun revisi UU TNI menambah peran TNI dalam beberapa bidang (misalnya, dalam mengatasi ancaman siber atau membantu melindungi kepentingan nasional di luar negeri), hal ini tidak serta-merta berarti kembalinya dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. Pemerintah dan pihak militer juga menekankan bahwa TNI tetap akan berada di bawah kontrol Kementerian Pertahanan dan tidak akan terlibat langsung dalam pemerintahan atau politik praktis.

Para pendemo yang datang untuk melakukan aksi penolakan UU TNI membentangkan banner yang bertuliskan ungkapan penolakan terhadap UU kontroversial tersebut di depan Grahadi Kamis (20/3/2025). Foto: Fatihah Salsabila Mg suarasurabaya.net



You May Also Like

0 comments